Materi Kaweruh Budi Kejawan, Minggu Paing 1
Nompo’o Kasunyatan Urip’mu
Nompo’o Kasunyatan Urip’mu
Aja gawe serik
atining liyan & Aja tansah gawe
gelaning liyan
gelaning liyan
Hai Saudara
yang bersehati dan bersejiwa. Mari bersama berusaha mengerti dan memahami segala
peristiwa kehidupan pasti ada sebab dan akibatnya. Kehidupanmu saat ini hasil
dari sebuah akibat dan akan membuahkan akibat yang positif maupun negatif.
Segala keputusan sekecil apapun dan sebaik apapun akan memiliki dampak yang
baik dan buruk, tinggal dirimu menyadarinya atau tidak. Ketagasan dalam
penyelenggaraan hidup inilah agar dirimu tidak mempersalahkan orang lain
sebagai penyebab utama, tetapi kembalikanlah pada dirimu yang bersalah, itulah yang
senyatanya.
Problematika kehidupan senyatanya di karenakan
masalah pelik tentang penyelenggaraan kesadaran yang eksistensinya mengambang
di tengah kehidupanmu. Tentu, dampak negatif tidak menerima kenyataan adalah
tidak mengakui kesalahan atau keluputan dari ulahmu yang sudah berani
mengharapkan sesuatu. Namun pada kenyataan berbeda dengan pengharapanmu. Apa
yang terjadi ketika ketidakmampuan menerima kenyataan akan mengakibatkan
tindakan serta perbuatan yang kurang tulus dan iklas, rela dan pasrah atau
tidak sesuai dengan perjanjian awal (temen). Sebuah kenakalan atau keliaran
terjadi sebagai ungkapan rasa tidak terima dengan meluapkan tekanan energi jiwa
yang telah menekan lama, akhirnya tinggal terlihat peledakan emosionalnya
sebagai cermin tidak terkendali.
Tentang peristiwa peledakan emosional ketika dirimu
marah, naik pintam, mudah tersinggung harga dirimu, mudah terendahkan derajat,
harkat dan martabatmu, mudah berdarah dingin, dll. Setelah dirimu luapkan akan
terasa lega karena tidak tertekan oleh jiwa yang sedang liar ingin keluar.
Sudah sewajarnya jika batin tidak mampu menampung energi jiwa yang sedang liar
dan mengganas serta panas akan menyebabkan jiwa meluap. Kejadian tersebut
adalah luapan jiwa yang sedang emosi (tertekan) di saat bejana hati (batin)
tidak mampu menampungnya.
Ketika terluapkan energi jiwa yang tak terkendali
tersebut, pada umumnya kesadaran diri terhadap jati diri tidak berperan di
dalam eksistensi kehidupan. Namun setelah luapan liar terjadi pada umumnya
dirimu harus menanggung dampak apa yang telah dirimu perbuat. Lebih – lebih
jika ada sesamamu yang terlibat kau kecewakan atau kau rugikan. Cepat atau
lambat mereka akan menuntut hasil perbuatanmu itu dengan cara dan pendekatannya
masing – masing. Perbuatan emosimu yang telah memproduksi kekawatiran bagi
mereka yang kau kecewakan akan melunturkan dan menurunkan harga kehidupanmu di
dalam namamu (harga diri) yang sementara terus berharap kau bangun demi hidupmu
sendiri. Terasa (disadari) atau tidak bagi kesadaranmu dirimu akan menanggung
akibatnya, entah sekedar di alam pikiran, perasaan, budi mereka atau melibatkan
perilaku dan perbuatan mereka bergantung dari cara dan pendekatan mereka yang terukur
dari kedewasaannya mengendalikan emosionalnya.
Janganlah menciptakan benturan jiwa dengan
memanggil luapan jiwa sesamamu yang kau awali dengan luapanmu terlebih dahulu.
Demikian ini akan merugikan kehidupanmu sendiri, karena nasib hidupmu kau pertaruhkan
dengan benturan yang kau perbuat. Jujur kata, apakah dirimu menginginkan
benturan itu ? tentu tidak bukan. Bukankah dirimu mendamba ketentraman dan
kedamaian hidup ? Saya yakin dirimu selalu berharap mendamba kedamaian hidup
dan dirimu hanya tergelincir oleh caramu yang kau landasi dengan pengetahuan,
pengertian dan pengalaman sempitmu.
Tepatnya luapan emosimu karena dirimu tidak
menyelenggarakan kesadaran hidup hingga energi jiwamu mampu merusak dan
memancing kehidupan jiwa tentram sekitarmu yang kau panggil (kau bujuk, ajak
atau kau provokasi) untuk berbenturan satu sama lain, antara jiwa dengan jiwa
yang tak terkendali. Begitulah ketika luapan jiwa tak terkendali tercipta
mencari senya kehidupannya, gelombang ketidaksadaran akan semakin memicu energi,
seperti ombak yang mendebur yang arusnya
saling bertabrakan dan sulit di prediksi nantinya. Segala kejadian adalah sebab
yang di karenakan adanya akibat, begitu sebaliknya sebagai hukum kepastian
hidup Cakra Manggilingan.
Sepantasnya demi kedewasaanmu, haruslah
menyelenggarakan kesadaran hidup agar bejana hati batinmu mampu menjadi tempat
jiwamu yang mudah bersenyawa dengan segala peritiwa di dalam interaksinya. Hendaknya
hidupmu mampu mengendalikan jiwamu agar tidak liar tetapi terkendali dengan kesadaranmu.
Yah, hanya dengan menyelenggarakan kesadaranlah jiwamu mampu kau kendalikan
hingga terpola di dalam naluri kehidupanmu sebagai cara pilihan bertahan hidup.
Selain itu, kedewasaanmu berada di antara penyelenggaraan kesadaran dirimu.
Selama menyelenggarakan kesadaran maka kedewasaan hidup akan selalu menyertaimu
selalu di kehidupan sehari – hari. Kedewasaan sebagai ukuran bagaimana dirimu
mampu mengendalikan jiwamu yang mudah menggeliat dan menekan serta meluap
keluar seperti energi alam yang memiliki tekanan panas. Dengan memanipulasi
serta mendistribusikan energi jiwamu bagi kehidupan dewasamu maka seni memayu
hayuning bawana akan kau kuasai.
Dirimu sebagai manusia harus terus menjaga
eksistensi kehidupanmu sebagai manusia. Kesadaran sebagai manusialah yang harus
dirimu jaga eksistensinya. Sebagai manusia sepantasnya menjaga kelengkapannya,
yaitu cipta, rasa dan karsa. Apabila peranan tiga peranan tunggal kelengkapan
manusiamu terselenggara maka dirimu menjaga hidupmu sebagai manusia yang di
cipta oleh Tuhan dengan derajat serta kesempurnaan yang lebih daripada mahluk
lain. Bukankah manusia adalah mahluk tersempurna ciptaan Tuhan ? begitulah
kenyataannya jika menyelenggarakan kesadaran cipta, rasa dan karsa di dalam
kelengkapan kemanusiaan.
Dengan menyelenggarakan kelengkapan manusia-mu
tersebut dirimu sama halnya menyelenggarakan kesadaran diri sebagai manusia
yang sepantasnya mampu melakukan kegiatan memayu hayuning bawana. Memanipulasi serta mendistribusikan energi
jiwamu dan di sekitarmu sebagai seni kesadaran diri yang akan dirimu terima.
Dari sinilah dalam hidup harus mampu menguasai kesadaran diri walau sesulit
apapun. Tiada kata terlambat selama dirimu masih hidup. Selama api mampu untuk
memasak atau mendukung kehidupanmu dan tidak membakarmu, kenapa tidak dirimu
lakukan. Selama air tidak menghanyutkanmu, tetapi mampu kau kuasai untuk
mendukung kehidupanmu, kenapa tidak. Selama
angin tidak menerbangkanmu, tetapi bermanfat bagi kehidupanmu, kenapa tidak
dirimu lakukan. Selama teman, saudara, sahabat sekalipun lawan mampu membantumu
dan mendukung kehidupanmu serta tidak menghancurkan serta merunyamkan
kehidupanmu, kenapa tidak.
Nompo’o Kasunyatan Urip’mu, Aja gawe serik atining
liyan lan Aja tansah gawe gelaning liyan (menerimalah kenyataan hidupmu, jangan
mengecewakan dan menyinggung perasaan orang lain). Itulah pesan untuk menepis
segala wujud – bentuk mara bahaya (bebendu) yang berwujud sial dan apes atau
sengkala agar dirimu mampu menguasai hidup. Apabila dirimu mampu melakukan maka
dirimu mengerti tentang arti seni hidup Jayabaya (jaya berarti menang atau
mampu mengatasi, sedangkan baya berarti bebaya atau mara bahaya
atau bencana).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar